Oleh Ahmad Pradipta B.A
Di zaman yang serba modern dan mudah ini mempengaruhi perkembangan dalam teknologi informasi dunia dan Indonesia. Berbagai macam jenis teknologi informasi sudah berkembang dengan sangat pesat. Salah satunya adalah internet. Teknologi Informasi dalam bentuk digital ini menjadi sangat popular dan diminati oleh seluruh masyarakat di dunia. Di internet kita dapat menemukan berbagai macam aplikasi untuk mencari berita, bisnnis, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Perkembangan pengguna internet sendiri mengalami peningkatan yang sangat signifikan di mana hingga saat ini lebih dari delapan triliun halaman interface pada web dan tidak mungkin dapat membaca semuanya, bahkan hanya melihatpun tidak mungkin sampai selesai (Yusuf & Subekti, 2010: 121).
Sebagian besar pengguna internet di Indonesia menggunakan internet untuk mengakses media social dan juga hiburan. Media social yang sering digunakan adalah Facebook, Twitter, dan instagram. Salah satu keunggulan media social ada pada teknologinya yang tidak mengenal batasan fisik dalam beraktivitas. Berdasarkan data dari MarkPlus Insight, pengguna social media Twitter di Indonesia secara umum berusia 21 tahun dan kurang lebih 62% yang mendominasi masuk dalam kategori remaja. Selain itu data dari kominfo.go.id menunjukkan bahwa pengguna Twitter di Indonesia mencapai angka 19,5 juta dari total 500 juta pengguna di seluruh dunia.
Dalam media social terutama Twitter, persebaran informasi sangatlah cepat dan tidak memiliki filter tersendiri untuk mengontrol berita-berita bohong/hoax dan konten-konten pornografi. Namun Twitter juga memiliki fungsi yang baik juga bagi pemerintah, perusahaan bisnis, Media, dan lembaga-lembaga lain sebagai media komunikasi yang efektif. Karena dalam twitter, selain kita bisa menulis, kita juga bisa mengupload foto/video secara bersamaan. Hal tersebut sangatlah efektif untuk memperkenalkan program politik, pencitraan figur dan sosialisasi bagi pemerintah, perusahaan bisnis media, dan lembaga-lembaga profit lainnya. Jumlah penyebaran informasi yang dilakukan oleh pengguna twitter ditentukan oleh follower atau orang yang mengikuti sebuah akun. Follower bisa dianalogikan sebagai teman, fans, audiens, pemirsa atau pendengar. Hal tersebut memunculkan istilah twitter buzzer, yaitu pengguna akun twitter dengan ratusan hingga jutaan follower, sehingga memungkinkan jangkauan penyebaran informasi menjadi lebih luas (Arbie, 2013:64). Penggunaan buzzer dan influencer merupakan salah satu langkah yang efektif untuk menggalang dukungan, karena saat ini masyarakat sudah banyak yang masuk dalam ranah digital untuk melakukan komunikasi. Disinilah munculnya buzzer dan influencer politik dalam media social untuk melakukan penggalangan dukungan dari para politisi tersebut. Namun terkadang yang berbahaya adalah jika buzzer dan influencer politik tersebut digunakan untuk menyebarkan hoax, membuat propaganda yang menghasilkan situasi yang tidak kondusif, dan kejahatan dalam dunia siber pada saat masa kampanye.
Peran Buzzer dan Influencer
Dengan adanya masyarakat informasi di dalam perkembangan teknologi informasi yang semakin maju memunculkan banyak jaringan yang terhubung satu sama lain dan menjadi komoditas yang bernilai ekonomis, politis, dan bermakna strategis. Seperti studi kasus yang akan dibahas oleh penulis dalam salah satu bentuk perkembangan teknologi informasi yaitu social media terfokus pada twitter. Persebaran informasi dalam twitter sangatlah massif. Massifnya informasi yang diberitakan dalam twitter tentu tak lepas dari peran buzzer dan influencer. Buzzer dalam Oxford Dictionaries, buzzer diartikan sebagai ‘An electrical device that makes a buzzing noise and is used for signalling’ yakni perangkat elektronik yang digunakan untuk membunyikan dengungan guna menyebarkan sinyal atau tanda tertentu. Selain itu menurut Arbie, Buzzer adalah pengguna akun twitter dengan ratusan hingga jutaan follower, sehingga memungkinkan jangkauan penyebaran informasi menjadi lebih luas (Arbie, 2013:64). Pada awalnya Twitter Buzzer digunakan untuk mempromosikan suatu produk-produk tertentu untuk kepentingan bisnis, iklan sebuah perusahaan, dan biasanya para twitter buzzer menggunakan akun anonim sehingga kita sebagai pengikutnya tidak mengetahui siapa dibalik akun tersebut.
Pada prakteknya para twitter buzzer memiliki tugas untuk menuliskan tweet baik dalam bentuk utas maupun tidak yang berisi tentang informasi dan rekomendasi sebuah produk tertentu dari si penyewa jasanya. Namun sejak tahun 2014, ketika menjelang pemilihan umum dilaksanakan di Indonesia, para politisi mulai melirik para twitter buzzer tersebut. Menurut Felicia & Loisa (2019), Buzzer politik profesional lebih banyak berperan secara aktif dalam menentukan pesan-pesan kampanye yang hendak ia sampaikan melalui akun-akun Twitter miliknya. Akun-akun Twitter yang dibuat oleh buzzer politik profesional memiliki tugas masing-masing. Dari akun Twitter tersebut, berperan untuk membela pasangan calon, menyerang, dan netral.
Para politisi menggunakan jasa buzzer untuk meningkatkan citranya dalam media social sehingga mampu menunjang kemenangan dalam pemilihan umum. Selain buzzer, ada juga influencer yang digunakan untuk menggalang opini dan meningkatkan citra. Influencer berasal dari kata influence yang berarti mempengaruhi. Dengan demikian, influencer berarti orang yang dapat memberikan pengaruh, khususnya mampu menggiring opini audiens. Berbeda dengan buzzer, menurut Yuliahsari (2015) seorang influencer perlu mendapatkan kepercayaan dan memiliki skill khusus untuk bisa meyakinkan pengikutnya. Selain itu, menurut Evelina dan Handayani (2018) Influencer adalah pihak ketiga yang memiliki popularitas yang tinggi dan tidak selalu berasal dari kalangan artis atau public figure tetapi memiliki akun dengan banyak follower. Para influencer tersebut memiliki tugas yang hampir sama dengan buzzer yaitu mempromosikan salah satu pasangan calon dari pilpres 2019 melalui twitnya dengan akun twitter mereka. Tugas dari twitter buzzer dan influencer tidak terbatas hanya untuk memposting sebuah tweet saja, tetapi juga menjalankan campaign atau rangkaian informasi lebih lanjut kepada para followernya.
Penggalangan Opini dan Pembentukkan Jaringan
Untuk melancarkan kampanye dan penggalangan opininya, para buzzer dan influencer membentuk jaringan-jaringan yang saling support satu sama lainnya. teknik penggalangan sangat diperlukan oleh para buzzer dan influencer supaya opini yang sedang diangkat mampu menyentuh trending. Menurut Saronto (2018) Penggalangan adalah sebuah aktivitas yang dilakukan untuk memengaruhi sasaran agar sasaran tersebut mengubah tingkah lakunya sesuai dengan kehendak penggalang[1]. Selain itu penggalangan merupakan aktivitas yang memiliki tujuan untuk menciptakan dan mengubah kondisi sasaran (individu atau kelompok) dalam waktu tertentu secara terencana, terarah, dan terukur agar sasaran dengan sadar/tidak sadar mau melakukan apa yang dikehendaki oleh penggalang[2]. Penggalangan juga dapat dilakukan untuk membelokkan opini/kepentingan dari lawan kearah opini/kepentingan dari si penggalang. Dalam melakukan penggalangan harus mampu mempengaruhi secara psikologis melalui ESTOM (Emosi, sikap, tingkah laku, opini, dan motivasi) dengan melakukan Propaganda, Psy war, pembentukan opini tandingan, menaikkan Hashtag supaya bisa Tranding Topic dalam Twitter. Dalam melakukan penggalangan ini, para Buzzer politik juga menggunakan teori propaganda rusia yaitu Firehose of Falsehood (Paul, 2016). Teori propaganda ini dilakukan dengan memberikan berita yang jauh dari data dan fakta, kontroversi dan provokasi yang massif dengan sumber berita yang beragam, pengulangan pesan yang cepat dan konsisten, isi pesan yang inkonsisten atas substansi[3]. Firehose of Falsehood ini salah satu teori propaganda yang dinilai sangat efektif untuk melakukan penggalangan terutama dalam media social. Negara yang sudah menggunakan cara tersebut adalah Brazil dan Amerika Serikat dalam Pemilu nya.
Selain penggalangan opini, Dalam teori pembentukkan jaringan social menjelaskan bagaimana satu individu dengan individu lainnya saling terhubung dalam sebuah jaringan social (Grannovetter, 1973), dengan menggunakan konsep opinion leader (Katz dan Lazarsfield, 1955). Dalam teori jaringan sosial yang ditulis oleh Powell dan Smith-Doerr dalam Damsar (1997:43) jaringan sosial sebagaimana individu terkait antara satu dengan yang lainnya dan bagaimana ikatan afiliasi melayani baik sebagai pelicin untuk memperoleh sesuatu yang dikerjakan maupun sebagai perekat yang memberikan tantanan dan makna pada kehidupan sosial. Opinion Leader adalah the individuals who were likely to influence other persons in their immediate environment’ (Katz & Lazarsfeld, 1955). Kriteria seorang opinion leader sendiri ada 4 yaitu (1) are more exposed to all forms of external communication, (2) have somewhat higher socioeconomic status, (3) are more innovative, and (4) are at the middle of interpersonal communication networks (Rogers, 1983). Dari teori diatas, opinion leader adalah individu yang menonjol dalam masyarakat, memiliki akses media yang banyak, memiliki status social yang tinggi, inovatif, dan penengah dalam komunikasi interpersonal. Jika dikaitkan dengan buzzer dan influencer, jaringan social merupakan dasar untuk menghubungkan satu dengan lainnya yang memiliki ikatan afiliasi yang sama dengan menonjolkan beberapa opinion leader untuk menunjang tweet dan opini yang akan diangkat oleh mereka.
Media social Twitter menjadi salah satu media social yang popular bagi generasi muda sebagai alat untuk melakukan sosialisasi dan mendapatkan informasi, terutama pada saat Pemilu dan Pilpres. Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan Teknologi Informasi yang sangat pesat dan menjadikan masyarakat Indonesia terutama para generasi muda menjadi information society. Perkembangan politik di Indonesia saat ini memang tidak bisa dilepaskan dari gaung dan kumandang dari suara para generasi muda melalui media social termasuk didalamnya adalah Twitter. Twitter menjadi saluran yang bisa dikatakan sangat bebas dalam menggalang dan menyebarluaskan opini/pandangan/informasi politik. Selain itu, Twitter juga menjadi pembentuk sebuah jaringan yang mampu menghubungkan satu sama lain baik yang memiliki kesamaan pandangan maupun yang tidak. Twitter seakan menjadi kanal perebutan dan pertarungan pesan-pesan politik melalui buzzer dan influencer.
Dalam hal ini media sosial terutama twitter seakan mampu mengkonstruksi dan medekonstruksi kehidupan masyarakat yang sebenarnya berada di wilayah dunia yang maya namun memiliki rasa seperti dalam dunia yang nyata. Selain itu media social juga mampu membentuk citra dalam politik seseorang dengan melakukan propaganda. Melalui buzzer dan influencer di twitter merupakan cara yang efektif bagi politisi untuk membangun opininya dan memenangkan kepentingannya. Dari hal tersebut kita mampu memetakan jaringan para buzzer dan influencer dari penggalangan opini yang diangkat dari kepentingan para opinion leader mereka masing-masing.