Dana Kampanye untuk Pemilu telah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membatasi nominal untuk dana kampanye baik berupa uang, barang, atau jasa kepada calon kepala presiden, calon wakil presiden, calon anggota DPR/DPRD/DPD sebagai mana diatur dalam Peraturan KPU No.18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum. Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 325 sampai dengan Pasal 339 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, kegiatan kampanye Pemilihan Umum didanai dan menjadi tanggung jawab Peserta Pemilihan Umum.
Dalam rangka mewujudkan prinsip berkepastian hukum, akuntabel, dan transparan, Peserta Pemilihan Umum wajib mencatat pendanaan kampanye dimaksud dalam Laporan Dana Kampanye yang terdiri atas 3 Jenis Laporan, yaitu laporan awal dana kampanye (LADK), laporan pemberi sumbangan dana kampanye (LPSDK), dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).
Namun Laporan dana kampanye yang disampaikan oleh peserta pemilu (partai politik dan pasangan calon) dinilai hanya sekedar formalitas administrasi belaka. Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang telah disampaikan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden serta partai politik peserta pemilu pada 7 Maret 2024 lalu masih belum menunjukan transparansi dan kejujuran peserta pemilu dalam melaporkan besaran pengeluaran dana kampanye yang sesungguhnya.
Kedepannya Pelaporan dana kampanye dalam Pilkada serentak 2024 kemungkinan besar akan dilakukan secara tidak serius dan tidak mengedepankan aspek kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas. Hal ini terlihat pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diindikasi akan merubah peraturan dana kampanye, membuat pelaksaan pemilu semakin jauh dari prinsip integritas.
Dalam uji publik dua Peraturan KPU (PKPU) mengenai kampanye dan dana kampanye pada Jumat 2 Juli 2024 lalu, KPU mengumumkan bahwa ketentuan pemberian sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye akan dihapus. KPU berdalih bahwa ketentuan ini bertentangan dengan UU nomor 6/2020 (UU Pilkada) yang hanya mengatur sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang menerima sumbangan terlarang, bukan terhadap pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye. Padahal mayoritas anggota KPU hari ini adalah sebelumnya adalah penyelenggara pemilu di daerah yang pernah menyelenggarakan Pilkada yang pada waktu itu memberlakukan sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye.
Argumentasi tersebut menunjukan bahwa KPU sebagai penyelenggara tidak menganggap pelaporan dana kampanye sebagai hal yang krusial dan bermanfaat bagi pemilih. Laporan dana kampanye baik dalam bentuk Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) LPSDK, dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) sangat penting bagi pemilih untuk memberikan informasi mengenai aktor yang menyumbang, untuk apa sumbangan tersebut digunakan, serta untuk menjaga integritas pemilu.
Permasalahan Laporan Dana Kampanye Pemilu Pilres dan Pileg 2024
Merujuk pada UU 7/2017 Pasal 275 terdapat sembilan metode kampanye yang dapat dilakukan oleh peserta pemilu yakni: Pertemuan terbatas, Pertemuan tatap muka, Penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum. Pemasangan alat peraga di tempat umum, Media sosial, Iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet, Rapat umum, Debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon, Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kesembilan metode kampanye tersebut, terkecuali debat pasangan calon, dapat dilihat dalam Sikadeka (Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye) yang memiliki fitur laporan kampanye dan kampanye. Dalam fitur laporan kampanye, publik dapat melihat metode kampanye dalam bentuk pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, rapat umum, dan kegiatan lain yang didalamnya berisikan tempat/lokasi kampanye, hari pelaksanaan kampanye, kegiatan, pelaksana, jumlah peserta, status kampanye (apakah sudah terlaksana atau belum), dan surat pemberitahuan.
Sikadeka juga memiliki fitur Laporan Alat Peraga Kampanye (APK) dimana publik bisa melihat sumber APK, jenis APK, hari/tanggal pemasangan, jumlah yang dipasang, koordinat maps pemasangan APK, hingga foto APK yang dipasang. Sehingga melalui fitur ini dapat ditelusuri dan disandingkan antara laporan kampanye/metode kampanye yang digunakan dan terpublikasi dalam situs Sikadeka selama masa kampanye, dengan laporan pengeluaran dana kampanye yang tertera di LPPDK.
Berdasarkan LPPDK (Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye) Pada Pilpres 2024 dari ketiga pasangan calon pemilu presiden, pasangan calon nomor urut tiga, Ganjar dan Mahfud, menempati posisi pertama dengan besaran pengeluaran dana kampanye terbesar yang disusul oleh pasangan calon nomor urut dua Prabowo dan Gibran, di posisi kedua, dan pasangan calon Anies dan Muhamin di posisi terakhir atau yang paling rendah besaran pengeluaran dana kampanye yang dilaporkan dalam LPPDK. Berdasarkan sumber Sideka KPU besaran pengeluaran Dana Kampanye Pada Pilpres 2024 Pasangan Anies Muhaimin sebesar Rp. 49.340.392.060, untuk Pasangan Prabowo Gibran sebesar Rp. 269.008.800.470 sedangkan Pasangan Ganjar Mahfud sebesar Rp. 664.512.267.
Jika dilihat dari jenis pengeluaran dana kampanye yang memuat delapan metode kampanye dan tercantum dalam LPPDK, terdapat pasangan calon yang sama sekali tidak melaporkan pengeluaran dana kampanye dalam beberapa bentuk metode kampanye. Pasangan nomor urut satu, Anies dan Muhaimin misalnya, dalam laporannya tidak mencantumkan besaran pengeluaran untuk metode kampanye rapat umum, pembuatan/produksi iklan di media massa cetak, media massa elektronik, media sosial, dan media jaringan, dan alat peraga kampanye. Jika disandingkan dengan laporan kampanye rapat umum dapat portal Sikadeka, terdapat lima kali metoda kampanye rapat umum yang statusnya sudah dilaksanakan di beberapa daerah seperti Banyuwangi, Lumajang, DIY, Wonosobo, dan Sukabumi oleh pasangan calon nomor urut satu. Bahkan kampanye akbar terakhir yang seharusnya masuk dalam kategori rapat umum yang diselenggarakan oleh pasangan Anies dan Muhaimin di Jakarta International Stadium Sabtu, 10 Februari 2024 tidak tercatat dalam laporan kampanye dan pengeluaran dana kampanye. Padahal banyak pemberitaan yang mengenai penyelenggaraan rapat umum tersebut.
Sementara dalam pemilihan legislatif, dimana yang menjadi peserta adalah partai politik oleh karenanya, laporan penerimaan dan pengeluaran calon anggota legislatif di masing-masing tingkatan dikelola oleh partai politik. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 43 PKPU No 18 tahun 2023 yang menyatakan bahwa pembukuan dana kampanye yang dilakukan oleh partai politik mencakup pembukuan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Dari hasil pemantauan terhadap LPPDK partai politik, masih terdapat sejumlah pencantuman nominal pengeluaran sebesar Rp 0 yang patut diduga tidak dituliskan secara benar dan jujur. Salah satu contohnya adalah pada bagian penyebaran bahan kampanye dan pemasangan alat peraga kampanye (APK) caleg. Seluruh partai politik peserta pemilu (18 partai) kompak menuliskan besaran Rp 0 untuk dua jenis pengeluaran ini.
Selain pada komponen tersebut, sebanyak 11 partai politik juga mencantumkan biaya nihil pada komponen pembuatan bahan/desain dan/atau APK. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan, sebab ada banyak sekali alat peraga kampanye yang bertengger di ruas jalan pada masa kampanye Pemilu 2024 lalu, selain itu pada komponen pengeluaran yang berupa aktivitas seperti rapat umum, pertemuan terbatas, dan pertemuan tatap muka, masih banyak partai politik yang mencantumkan pengeluaran Rp 0.
Tidak selarasnya data pada Sikadeka dan LPPDK setidaknya membuktikan bahwa peserta pemilu tidak transparan dan secara jujur melaporkan besaran pengeluaran dana kampanye yang terbukti dengan masih adanya besaran pengeluaran dana kampanye Rp.0 dari delapan metode kampanye. Sekalipun terdapat kemajuan dalam segi teknologi informasi yang dibuat KPU dengan mencantumkan laporan kampanye yang berisikan detail metode kampanye yang dilaporkan oleh peserta pemilu, namun fitur ini belum optimal dalam melakukan collect data dari peserta pemilu sekaligus dalam menyajikannya kepada masyarakat.
Terkait rencana penghapusan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), KPU menyatakan bahwa Sikadeka akan dimaksimalkan untuk menyajikan data real time mengenai aktivitas penerimaan dan pengeluaran dana kampanye para peserta pemilu. Namun kenyataannya Sikadeka tidak memberikan informasi yang lebih rinci sehingga tidak dapat sedikitpun memberikan gambaran tentang potret penerimaan sumbangan dana kampanye meliputi siapa saja yang memberikan dan berapa besarnya. Hal yang sama pula terkait pengeluaran dana kampanye, Sikadeka tidak dapat menyajikan informasi terkait apa saja aktivitas yang menggunakan biaya kampanye.
Tidak sesuainya dua data (laporan kampanye dengan pengeluaran dana kampanye di LPPDK) ini juga menunjukan minimnya peran dari Bawaslu dan juga KPU dalam memastikan bahwa aktivitas kampanye dan pelaporan dana kampanye telah dibuat dengan pencatatan berbasis fakta di lapangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan mekanisme audit yang diterapkan terhadap pelaporan dana kampanye yang berupa mekanisme audit kepatuhan dan bukan audit investigatif. Sehingga upaya untuk menggali kebenaran dari pelaporan yang disampaikan sangat minim bahkan mendekati nihil.
Pengaturan dana kampanye bukan bertujuan melarang partai politik dan calon menerima sumbangan, melainkan mengatur sedemikian rupa sehingga partai politik dan calon masih memiliki keleluasaan mengumpulkan dana kampanye, tetapi pada saat yang sama mereka tetap terjaga kemandiriannya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Prinsip pokok pengaturan dana kampanye adalah transparansi dan akuntabilitas. Prinsip transparansi mengaharuskan partai politik dan calon bersikap terbuka terhada semua proses pengelolaan dana kampanye.
Uang adalah medium penting untuk menguasai sumber daya. Uang dapat dipindahkan dan dipertukarkan tanpa meninggalkan jejak sumbernya. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh partai politik, anggota legislatif dan pejabat eksekutif untuk menukarkan uang sumbangan yang diterimanya dengan kebijakan dan keputusan yang diambil. Namun, uang juga dapat menjadi petunjuk untuk mempelajari perilaku pejabat publik atas kebijakan dan keputusan yang mereka ambil, sehingga pemilih bisa memastikan, apakah partai politik, anggota legislatif dan pejabat eksekutif yang mereka pilih lebih mengutamakan kepentingan pemilih, atau mengikuti kehendak para penyumbang. Maka diperlukan pengaturan dana kampanye dengannnya pengaturan bertujuan untuk menjaga partai maupun penjaga public terpilih tetap mengedepankan kepentingan pemilih dalam membuat kebijakan dan mengambil keputusan daripada para penyumbang dana.
IDEA International (2003) menyebut beberapa materi pokok pengaturan dana kampanye yang dipraktikkan di beberapa negara demi menjamin penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana kampanye:
- Sumber Dana: Pertanyaan dasar dana kampanye adalah darimana uang tersebut berasal dan bagaimana caranya uang tersebut bisa masuk ke dalam kas kampanye. Sumber dana kampanye di setiap negara berbeda sesuai dengan sejarah politik dan sistem pemilu yang digunakan. Sebagian besar negara di Eropa, partai politik dan calon mendapatkan sumbangan negara; sedangkan di Amerika Serikat, dana yang kampanye lebih banyak dikumpulkan dari para penyumbang. Namun banyak negara yang mengombinasikan sumber dana kampanye secara seimbang antara dana bantuan negara dengan dana berasal dari penyumbang. Sumbangan dari perseorangan dan badan usaha beresiko terjadinya pelanggaran hukum dengan munculnya hubungan antara uang dan keputusan politik. Oleh karena itu, peraturan dana kampanye harus menerapkan beberapa ketentuan dasar untuk mencegah konflik kepentingan, mencegah prasangka terhadap kegiatan partai politik dan calon, menjamin transparansi asal susul sumbangan dan mencegah sumbangan yang dirahasiakan. Peraturan harus menjamin kemandirian partai politik dan calon anggota legislatif (terpilih) dan calon pejabat eksekutif (terpilih) dalam mengambil kebijakan dan keputusan pada saat mendudukui jabatan pascapemilu.
- Pembatasan Sumbangan: Pengaturan pembatasan besaran sumbangan dana kampanye kepada partai politik dan calon anggota legislatif dan calon pejabat eksekutif mempunya dua tujuan: pertama, menghindari terjadinya jeratan kepentingan para penyumbang terhadap partai politik dan calon pada pascapemilu; kedua, menciptakan kesempatan sama di antara peserta pemilu untuk mengumpulkan dana kampanye sehingga mendorong terjadinya kempetisi sehat dalam pemilu. Pembatasan sumbangan dana kampanye juga diperlukan untuk memastikan bahwa dana kampanye yang diperoleh partai politik atau calon tidak berasal dari sumber-sumber yang berpotensi merusak atau korupsi, sehingga kebijakan pemerintah yang dihasilkan oleh perwakilan partai politik dan pemimpin terpilih nantinya akan memikirkan kepentingan rakyat, bukan mewakili kelompok tertentu atau bagian dari lingkaran korupsi. Oleh karena itu berapa batasan maksimal jumlah sumbangan dana kampanye yang diperbolehkan, harus ditentukan dengan jelas.
- Pembatasan Belanja: Pengaturan pembatasan belanja kampanye (expenditure limits) dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan bagi para peserta pemilu baik bagi partai politik maupun calon anggota legislatif dan calon pejabat eksekutif. Dengan demikin partai politik dan calon yang memiliki sedikit dana tetap bisa berkompetisi dengan partai politik yang memiliki dana berlimpah. Pembatasan ini juga bertujuan untuk mencegah partai politik dan calon untuk mengumpulkan dana kempanye sebanyak-banyaknya. Pembatasan belanja kampanye dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkatan pemilihan dan jabatan publik yang bersangkutan. Pembatasan ini dapat mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh pembengkakan biaya kampanye.
- Keterbukaan: Penerapan prinsip keterbukaan (public disclosure) bertujuan memberikan informasi kepada publik tentang sumber, jumlah sumbangan dan jenis belanja kampanye yang dilakukan oleh partai politik dan calon baik selama maupun setelah kampanye. Informasi itu penting bagi masyarakat untuk mengetahui dan mengontrol pengaruh uang terhadap partai politik dan pejabat-pejabat terpilih dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan di pemerintahan pascapemilu. Dengan demikian keterbukann informasi dana kampanye akan membantu mengurangi ekses-ekses negatif dan tindakan penyalahgunaan jebatanjabatan publik. Keterbukaan publik bertujuan menjamin transparansi dan akuntabilitas dana kampanye. Prinsip ini mengharuskan adanya kejelasan tentang sumber dana kampanye, aliran dana kampanye, serta laporan pengelolaan dana kampanye yang jelas. Keterbukaan ini akan memudahkan rakyat untuk memantau dan mengawasi perilaku partai politik dan peabat publik yang terpilih melalui pemilu.
- Laporan dan Pertanggungjawaban: Pengaturan dana kampanye harus menegaskan bahwa partai politik, calon dan organisasi yang berhubungan dengan partai politik dan calon, wajib membuat catatan pembukuan keuangan. Pencatatan sumber-sumber dana yang diterima oleh partai harus dibuat secara jelas termasuk jumlah dan identitas penyumbang di atas jumlah tertentu partai juga diwajibkan untuk menyerahkan laporan dana kampanye sebelum, selama dan setelah pemilu, dan mengumumkannya ke publik mengenai jumlah dan identitas penyumbang tersebut.
- Larangan dan Sanksi: Pengaturan dana kampanye tentang larangan meliputi larangan menerima sumbangan dari pihak tertentu, melampaui jumlah tertentu, mengatasnamakan pihak lain, dan lain-lain. Sedang pengaturan sanksi diberikan kepada pihak-pihak yang melanggar larangan dan ketentuan-ketentuan lain tentang dana kampanye. Struktur dan rumusan larangan dan sanksi harus jelas, tidak menimbulkan multitafsir dan mudah dipahami.
- Penegakan Hukum: Apapun pengaturan dana kampanye, akan efektif apabila diterapkan dengan mekanisme kontrol kuat dan sanksi-sanksi tegas untuk setiap pelanggaran yang dilakukan. Untuk itu diperlukan lembaga pengawas yang beranggotakan unsur independen yang memiliki spesialisasi hukum dan akuntansi dan unsur kepolisian dan unsur lain yang berwenang mengawasi dana kampanye. Lembaga itu harus memiliki wewenang cukup untukmenjalankan fungsi pengawasan. Operasionalisasi pengaturan dana kampanye sesungguhnya merupakan pengaturan tentang pendapatan dan belanja kampanye yang dilakukan oleh partai politik peserta pemilu, calon anggota legislatif, dan calon pejabat eksekutif. Secara administrasi, pengaturan itu dipraktikkan dalam bentuk penyusunan laporan dana kampanye yang terdiri dari pendapatan dan belanja. Laporan pendapatan dan belanja kampanye inilah yang menjadi wahana penting untuk memastikan diterapkan-tidaknya prinsip transparansi dan akuntabilitas.Dengan demikian, menganalisis laporan dana kampanye sesungguhnya menganalisis laporan pendapatan dan belanja dana kampanye berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Rendahnya Komitmen dan Integritas peserta pemilu maupun calon kepala daerah yang tidak menempatkan pelaporan dana kampanye sebagai instrumen yang penting bagi pemilih, serta minimnya sanksi dalam penegakan dan pengawasan dana kampanye pada Pemilu maupun Pilkada yang dilakukan oleh KPU RI maupun Bawaslu RI.
Rangkaian pelaporan dana kampanye sejak LADK, LPSDK, dan LPPDK seharusnya bisa memberikan gambaran yang jelas dan utuh mengenai pusaran kapital yang beredar dalam aktivitas kampanye. Hal ini penting untuk menunjukan transparansi pendanaan sehingga dapat meminimalisir masuknya uang dari sumber ilegal ke dalam rangkaian pemilu hingga untuk mencegah terjadinya korupsi.
Sanksi yang berlaku untuk pelaporan dana kampanye tidak cukup untuk membuat peserta pemilu melaporkan secara jujur. Dalam UU Pemilu, sanksi pidana dapat diberikan bagi partai politik dan capres/cawapres yang melanggar batasan sumbangan kampanye. Sanksi berupa pembatalan sebagai peserta pemilu juga dapat diberikan bagi parpol apabila tidak melaporkan LADK dan LPPDK. Namun sanksi hanya mengatur mengenai kepatuhan pelaporan, bukan menilai isi dari pelaporan dana kampanye itu sendiri.
Permasalahan dana kampanye diperburuk dengan minimnya komitmen KPU selaku penyelenggara pemilu dalam hal transparansi. KPU tidak menaruh keseriusan dalam mengelola portal yang menampilkan informasi dana kampanye. Laman portal Sistem Informasi Dana Kampanye (Sikadeka) yang tersedia dalam laman besar infopemilu.kpu.go.id acapkali sulit diakses. KPU bahkan sempat mewacanakan untuk tidak mempublikasikan LPSDK. Kondisi ini diperparah dengan koordinasi yang buruk antar sesama lembaga penyelenggara pemilu. Bawaslu pernah mengeluhkan perihal sulitnya mendapatkan akses data dana kampanye melalui portal Sikadeka. Bawaslu tidak mendapatkan data yang rinci mengenai penerimaan dan pengeluaran dana kampanye sehingga menghambat kerja-kerja pengawasan yang mereka lakukan.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan melekat seharusnya memiliki data sandingan dari setiap laporan dana kampanye yang disampaikan untuk mengukur kesesuaian besaran nominal yang dicantumkan dalam laporan dana kampanye dengan biaya riil yang dikeluarkan pada saat kampanye.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) beserta jajarannya di daerah dapat mempublikasikan data hasil pengawasan dana kampanye yang dilakukan dan menyandingkan dengan laporan dana kampanye yang sudah disampaikan oleh peserta pemilu, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dana kampanye.
Keterlibatan berbagai pihak sangat penting untuk menciptakan lingkungan pengungkapan dana kampanye yang bersifat akuntabel dan transparan. Peran KPU dan partisipasi masyarakat dapat membantu meningkatkan kesadaran terkait akuntabilitas dalam pelaporan dana kampanye.
KPU dapat memainkan peran kunci dalam mendorong praktik pelaporan dana kampanye yang lebih efektif melalui pembentukan peraturan yang jelas dan tegas mengenai kriteria atau persyaratan terkait transparansi dan akuntabilitas.
Dengan demikian, akuntabilitas tidak hanya dianggap sebagai suatu bentuk laporan semata, tetapi juga sebagai manifestasi dari kesadaran terhadap proses penyelenggaraan pemilu yang bersih. Selain itu, saat ini belum ada penegakan aturan yang kuat dalam UU Pemilu sehingga pelaporan dana kampanye masih dianggap sebagai urusan administrasi saja tanpa dampak hukum yang kuat sehingga dinilai adanya revisi terhadap UU Pemilu yang bertujuan memperkuat regulasi dana kampanye dengan fokus pada penegakan sanksi dan pengawasan.