Aksi Nirkekerasan: Jalan Damai dalam Menyuarakan Perubahan

by admin
0 comment

oleh : Mario B. Wiratama

Pendahuluan
Pemerintahan Prabowo Subianto dalam lima bulan dalam memimpin Indonesia telah disibukkan dengan berbagai protes yang muncul ke jalan. Beragam aksi demonstrasi dari mulai Isu besar yang diangkat antara lain aksi terhadap efisiensi anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025, protes terhadap revisi RUU TNI, penolakan impunitas dan penyelesaian pelanggaran HAM berat, kritik terhadap RUU Minerba, dan lain sebagainya – yang terkadang dikemas dalam agenda besar seperti Indonesia Darurat atau Indonesia Gelap. Aksi ini dipelopori oleh berbagai elemen seperti mahasiswa, buruh, LSM, akademisi, pegiat sosial media, serta pekerja informal lainnya. Dalam kenyataan di lapangan, acap kali terjadi benturan antara kelompok aksi dengan aparat pengamanan – khususnya kepolisian. Benturan tersebut sering kali menciptakan adanya kekerasan baik yang dimulai oleh pendemo maupun aparat. Siapapun yang memulai, sudah seharusnya penggunaan kekerasan dalam negara demokrasi tidak dibenarkan. Hilangnya humanisme dalam chaosnya aksi-aksi yang banyak terjadi di Indonesia, mencerminkan bahwa kekerasan secara struktural sudah menjadi hal yang sistematis. Melihat adanya pendemo yang membawa senjata seperti bom molotov rakitan, bambu kayu, besi, seolah-olah telah mempersiapkan hal-hal buruk terjadi atau setidaknya memang dalam rencana untuk meramaikan suasana. Begitupun aparat kepolisian dengan senjata lengkapnya acapkali menghadirkan korban sipil yang terluka. Memang baik pendemo maupun aparat tidak semuanya seperti itu – ‘hanya oknum’. Namun, oknum-oknum ini terus menghiasi aksi-aksi demonstrasi di Indonesia sehingga kekerasan seolah-olah menjadi salah satu agenda rutin dan dibiarkan begitu saja tanpa rekonsiliasi yang jelas. Bahayanya, kekerasan apabila diwajarkan akan menjadi suatu kultur dan ini akan melekat bahkan dibenak pihak-pihak yang tidak terlibat dalam aksi lapangan. Ketidakterukuran dalam agenda setting aksi dengan munculnya kericuhan memperlihatkan bahwa celah-celah provokasi mudah untuk disusupi baik oleh massa aksi ataupun pihak eksternal (aparat, media, masyarakat sekitar). Aksi di lapangan untuk menyuarakan opini sah-sah saja di mata hukum namun memerlukan wawasan tambahan yang lebih kreatif dan mendalam agar suasana aksi yang diciptakan lebih damai. Maka dari itu, dalam tulisan ini, ditawarkan konsep aksi nirkekerasan guna meminimalisir adanya kekerasan-kekerasan namun substansi protes tetap tersampaikan
Aksi Nirkekerasan sebagai Jalan Damai
Gene Sharp (1973) membagi tiga kategori nirkekerasan yaitu protes dan persuasi, nonkooperasi, dan intervensi nirkekerasan. Protes dan persuasi, merupakan aksi nirkekerasan yang sekadar menunjukan penolakan, bentuk perlawanan, dan mendukung substansi aksi seperti demonstrasi, petisi, dan orasi. Nonkoperasi yaitu peserta aksi menolak sesuatu dan menarik diri dari yang tidak disetujui misalnya mogok kerja, pemboikotan, dan penolakan membeli brand tertentu. Intervensi nirkekerasan yaitu tahap saat peserta aksi tidak hanya menolak sesuatu dan menarik diri, namun ia juga secara aktif mencoba menghentikan praktik yang ditentang. Dalam hal ini, berarti aksi nirkekerasan adalah bentuk perlawanan yang menolak penggunaan kekerasan dalam menghadapi ketidakadilan sosial, politik, dan ekonomi. Strategi ini bertumpu pada prinsip moral bahwa perubahan harus dicapai dengan cara yang tidak melanggengkan siklus kekerasan. Sejarah menunjukkan bahwa metode ini telah digunakan secara efektif oleh berbagai gerakan, seperti perjuangan Mahatma Gandhi di India dan gerakan hak sipil Martin Luther King Jr. di Amerika Serikat. Di Indonesia, aksi nirkekerasan muncul dalam protes yang dilakukan dengan pengecoran semen kaki petani Kendeng. Kekuatan utama dari aksi nirkekerasan terletak pada partisipasi luas masyarakat yang menyadari pentingnya perubahan sosial tanpa harus menggunakan kekerasan. Dengan demikian, aksi ini bukan hanya strategi politik, tetapi juga manifestasi dari nilai-nilai kemanusiaan yang menolak represi dan ketidakadilan.
Salah satu metode utama dalam aksi nirkekerasan adalah demonstrasi damai, yang dilakukan untuk menyuarakan aspirasi tanpa tindakan destruktif. Selain itu, pemogokan kerja sering digunakan untuk menekan institusi atau pemerintah agar merespons tuntutan masyarakat. Boikot ekonomi juga menjadi alat yang efektif dalam menunjukkan ketidakpuasan publik terhadap kebijakan atau praktik yang dianggap merugikan. Pembangkangan sipil, seperti menolak membayar pajak atau melanggar aturan secara simbolis, merupakan bentuk lain dari perlawanan nirkekerasan yang menantang otoritas yang dianggap tidak sah. Semua metode ini mengandalkan strategi komunikasi yang kuat agar pesan dapat tersebar luas dan mendapatkan dukungan dari masyarakat serta komunitas internasional.
Tantangan utama dalam aksi nirkekerasan adalah bagaimana mempertahankan disiplin dan solidaritas di tengah tekanan dari pihak berwenang. Banyak gerakan yang menghadapi upaya delegitimasi melalui kriminalisasi aktivis dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh negara. Ketahanan moral menjadi faktor kunci dalam mempertahankan keberlanjutan gerakan, terutama ketika berhadapan dengan provokasi atau represi yang bertujuan membubarkan aksi. Di era digital, media sosial berperan penting dalam memperluas jangkauan gerakan dan menggalang dukungan publik. Dengan demikian, meskipun menghadapi banyak tantangan, aksi nirkekerasan tetap menjadi pilihan strategis yang relevan dalam berbagai konteks perjuangan sosial.


Keunggulan utama aksi nirkekerasan terletak pada kemampuannya membangun legitimasi serta menciptakan perubahan yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan perlawanan berbasis kekerasan. Studi menunjukkan bahwa gerakan nirkekerasan cenderung menghasilkan transisi politik yang lebih stabil dan minim konflik pasca-perubahan. Selain itu, aksi ini memungkinkan partisipasi yang lebih luas karena tidak mengharuskan keterlibatan dalam konfrontasi fisik yang berbahaya. Keberhasilan strategi ini juga bergantung pada kemampuan membentuk aliansi dengan berbagai kelompok, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan media. Oleh karena itu, aksi nirkekerasan bukan hanya sebuah taktik, tetapi juga refleksi dari nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia yang harus terus diperjuangkan.
Refleksi
Munculnya banyak kekerasan dalam aksi-aksi di Indonesia merupakan sesuatu yang memprihatinkan. Alih-alih substansi tersampaikan, justru kekerasan yang timbul dari aksilah yang lebih terdengar oleh media. Hal ini membutuhkan adanya usaha untuk meminimalisir konflik secara terbuka dengan strategi politik yang lebih kreatif. Gene Sharp (1973) setidaknya menawarkan 198 metode nirkekerasan yang dapat disesuaikan oleh para aktivis. Namun, kuncinya terletak pada pemahaman akan manifestasi nilai-nilai yang disuarakan serta solidnya gerakan massa. Artinya, untuk memperjuangkan aksi nirkekerasan diperlukan konsolidasi serta latihan – latihan yang mencakup memahami konsep-konsep perdamaian, anti destruktif dan mengedepankan konstruktif dalam penyampaian substansi, resilience atau mampu bertahan dalam kesulitan demi terwujudnya tujuan dari aksi, serta bertindak kreatif dalam menyampaikan komunikasi yang pesannya lebih didengar banyak orang. Kesadaran kolektif dari berbagai elemen massa aksi menjadi kunci keberhasilan strategi ini. Oleh karena itu, dalam perencanaan serta agenda setting penyampaian pesan, struktur secara egaliter dari berbagai elemen massa aksi perlu dipertimbangkan serta pembuatan rules of the games. Hal ini juga untuk mengantisipasi adanya pihak-pihak internal yang berupaya membuat provokasi sehingga tujuannya adalah satu : penyampaian segala pesan kepada khalayak luas dengan damai dan efektif. Panjang umur perjuangan!

You may also like

Leave a Comment

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00