Oleh : Eko P. Wahyono
Komputasi kuantum menjadi salah satu terobosan paling menjanjikan di abad ke-21, memicu persaingan global untuk menjadi yang pertama dalam menguasai komputer kuantum yang praktis dan berskala besar. Berbeda dengan komputer digital klasik yang menjadi tulang punggung infrastruktur digital modern, komputer kuantum menawarkan paradigma baru dengan memanfaatkan prinsip mekanika kuantum melalui fenomena superposisi dan quantum entanglement untuk memproses informasi dengan kecepatan dan efisiensi yang tidak mampu diraih oleh komputer digital klasik.
Namun, di balik potensi revolusioner komputer kuantum, perkembangan ini juga menimbulkan tantangan besar, mulai dari keamanan data, ekonomi, hingga persaingan geopolitik yang semakin memanas. Perlombaan komputasi kuantum tidak hanya terbatas pada inovasi teknologi, tetapi juga tentang dominasi ekonomi, keamanan nasional, dan kedaulatan nasional di masa depan.
Perkembangan terbaru pada penelitian komputer kuantum / komputasi kuantum (Quantum Computer / Quantum Computing) memperlihatkan banyak pihak yang berlomba–mulai dari konsorsium riset, perusahaan, hingga negara–untuk menciptakan komputer kuantum pertama yang dapat diimplementasikan dengan praktis dan memiliki kemampuan dan skala yang besar. Perlombaan ini memiliki implikasi dampak yang luas, tidak hanya dalam ranah teknis ilmiah, melainkan juga mencakup keamanan nasional maupun daya saing ekonomi global. Untuk memahami dinamika ini, perlu untuk diketahui perbedaan dasar komputer kuantum dan komputer digital klasik, serta bagaimana teknologi ini dapat mengubah lanskap teknologi dan geopolitik dunia.
Sekilas Tentang Komputer Kuantum
Perbedaan mendasar antara komputer kuantum dan komputer digital klasik terletak pada unit dasar pemrosesan, yakni bit konvensional pada sistem digital klasik dan qubit pada sistem kuantum. Perbedaan ini bukan hanya bersifat teknis namun juga menentukan infrastruktur pendukung dan arah pengembangan komputasi. Komputer digital klasik–yang mendasari seluruh infrastruktur digital modern–beroperasi menggunakan bit biner (0 dan 1) yang direpresentasikan secara fisik oleh transistor dalam chip semikonduktor. Setiap transistor berfungsi sebagai saklar otomatis yang mengatur aliran listrik berdasarkan logika digital.
Perkembangan pengolahan chip membuat ukuran transistor yang digunakan mencapai skala nanometer dengan lebar beberapa atom. Pada skala ini fenomena mekanika kuantum seperti quantum tunneling mulai muncul yang menyebabkan kebocoran arus listrik antar lapisan transistor sehingga mendistorsi representasi 0 berubah menjadi 1 atau sebaliknya. Hambatan fisik ini menjadi batasi miniaturisasi transistor sehingga menghambat produsen untuk memasukkan lebih banyak transistor dengan ukuran chip yang sama.
Komputer kuantum menghadirkan paradigma baru dengan memanfaatkan quantum bit atau qubit sebagai unit dasar pemrosesan yang mengatasi hambatan miniaturisasi komputer digital klasik. Berbeda dengan bit konvensional yang hanya dapat merepresentasikan logika 0 atau 1, qubit memanfaatkan sifat superposisi kuantum yang memungkinkan kedua logika tersebut terjadi secara simultan dan saling terhubung antar qubit dengan memanfaatkan fenomena quantum entanglement, yang memungkinkan antar qubit untuk saling berhubungan secara instan, tanpa mempertimbangkan jarak. Hal ini memungkinkan pemrosesan informasi dalam skala paralel eksponensial yang tidak dapat dicapai oleh komputer digital klasik.
Dampak penggunaan komputer kuantum sangat signifikan pada sektor strategis, mulai dari dekripsi algoritma enkripsi konvensional, simulasi reaksi molekul kompleks, hingga pengambilan keputusan berbasis optimasi dalam sistem berskala besar. Dalam konteks kebijakan nasional, adopsi dan antisipasi terhadap implikasi komputasi kuantum menjadi krusial untuk menjamin keamanan data, daya saing ekonomi, dan kedaulatan nasional di masa depan.
Persaingan Geopolitik
Pengembangan teknologi kuantum menjadi salah satu medan kompetisi strategis antar negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Eropa. Teknologi komputasi kuantum tidak hanya dipandang sebagai inovasi dan terobosan dalam bidang sains, tetapi sebagai instrumen strategis penentu dominasi geopolitik di masa depan. Kemampuan komputer kuantum untuk melakukan dekripsi data, pemodelan sistem kompleks, dan mendukung riset pertahanan menjadikan penguasaan teknologi komputasi kuantum sebagai isu kedaulatan nasional dan geopolitik global.
Meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi episentrum dinamika dalam bidang komputasi kuantum. Pemerintah Amerika Serikat telah memberlakukan pembatasan ekspor teknologi kuantum, termasuk pelarangan penjualan chip dan perangkat pendukung terkait pada Tiongkok. Langkah ini mencerminkan kekhawatiran berkurangnya dominasi teknologi Amerika Serikat dalam menghadapi progres teknologi Tiongkok yang semakin agresif, terkoordinasi, dan didukung oleh negara.
Di sisi lain, Tiongkok memandang komputer kuantum sebagai bagian integral dari program Made in China 2025. Investasi besar-besaran sejumlah $15.3 juta digelontorkan untuk riset komputasi kuantum, pengembangan pusat riset nasional, serta integrasi teknologi kuantum dalam sistem pertahanan dan intelijen menunjukkan ambisi Beijing yang tidak hanya mengejar teknologi, tetapi menjadi pemain dominan dan bahkan mendefinisikan standar global baru.
Uni Eropa meskipun tidak mengeluarkan kebijakan yang agresif, memainkan peran sebagai penyeimbang kekuatan Amerika Serikat dan Tiongkok melalui inisiatif Quantum Flagship dan Horizon Europe. Inisiatif yang dilakukan oleh Uni Eropa bertujuan untuk memperkuat otonomi strategis dalam bidang teknologi dan menjaga keterbukaan ilmiah serta kolaborasi multilateral.
Implikasi Dampak
Keamanan Nasional
Perkembangan komputasi kuantum diproyeksikan mengancam keamanan data digital, khususnya pada keamanan sistem enkripsi klasik seperti RSA, ECC, maupun fungsi hash. Dengan menggunakan algoritma seperti Shor dan Grover, komputer kuantum secara teoritis mampu memecahkan skema enkripsi klasik tersebut tanpa perlu mengetahui kunci privatnya dalam waktu yang secara praktis lebih singkat dibandingkan metode brute force menggunakan komputer digital klasik.
Sebagai langkah antisipatif, National Institute of Standards and Technology(NIST) telah mengajukan penerapan standar algoritma post-quantum cryptography(PQC) sejak 2016 melalui laporan NIST IR 8547. NIST mengajukan 3 algoritma PQC yang distandarisasi pada 2024. Proses penerapan standar ini diperkuat melalui mandat Kongres Amerika Serikat ke-118 yang mendorong percepatan penerapan PQC di lingkungan sistem federal.
Meskipun hingga saat ini belum terdapat komputer kuantum yang cukup stabil dan kuat untuk melakukan kalkulasi berupa serangan kriptografi terhadap enkripsi klasik secara praktis, risiko serangan siber berjenis Store Now Decrypt Later(SNDL) tetap menjadi perhatian utama. Dalam skenario SNDL, aktor jahat pelaku serangan menyimpan semua data terenkripsi yang dapat diambil untuk kemudian dilakukan dekripsi di masa depan ketika komputer kuantum yang memadai telah tersedia.
Dengan mempertimbangkan estimasi ahli yang memperkirakan komputer kuantum berskala besar akan hadir dalam kurun waktu 10-30 tahun ke depan, serta lamanya siklus hidup informasi sensitif, baik di sektor publik, militer, dan industri strategis, enkripsi tahan-kuantum menjadi kebutuhan mendesak dalam menjamin ketahanan siber jangka panjang.
Ekonomi
Kemampuan komputer kuantum diproyeksikan sebagai salah satu penentu ketimpangan daya saing global di masa depan. Kemampuan komputer kuantum untuk melakukan pemodelan kompleks dan optimasi sistem berskala besar, seperti prediksi tren ekonomi dengan model terbaru, portofolio investasi, rantai pasok global, atau prediksi iklim, akan sangat berpengaruh pada memperlebar jarak antara negara yang memiliki kemampuan dan teknologi komputasi kuantum dengan negara yang tidak. Negara dengan akses ke komputasi kuantum dapat mengalokasikan sumber daya finansial secara signifikan lebih cepat dan akurat, sehingga meningkatkan dividen ekonomi maupun efisiensi sistemik secara substansial.
Kesenjangan ini tidak semata ditentukan oleh kepemilikan perangkat keras komputer kuantum. Komputasi kuantum memerlukan ekosistem yang kompleks : infrastruktur pendukung (seperti cryogenic system, precision optics, quantum control); industri teknologi tinggi, serta SDM yang memiliki kompetensi lintas bidang seperti fisika kuantum, teknik elektro, dan ilmu komputer. Arsitektur dan logika komputasi kuantum jauh berbeda dengan komputer digital klasik, yang menuntut reformasi total dalam hal kurikulum pendidikan, kebijakan penelitian dan pengembangan dan skema insentif industri
Intelijen dan Pertahanan Nasional
Kehadiran komputasi kuantum, ketika diterapkan pada Machine Learning(ML) dan Artificial Intelligence(AI) untuk keperluan intelijen, dapat menghasilkan model yang jauh lebih cepat dan efisien mendeteksi pola, identifikasi anomali, celah, dan memecahkan pengaburan data pada skala Petabyte dibandingkan dengan arsitektur komputasi digital klasik. Dengan memanfaatkan keunggulan kuantum dalam pengenalan pola dan pemrosesan paralel eksponensial, teknologi ini memungkinkan analisis data intelijen secara real-time, yang tidak tertandingi oleh sistem digital klasik. Bagi negara yang menguasai kemampuan komputasi kuantum, hal ini menciptakan keunggulan strategis dalam hal pengawasan global(global surveillance), Signal Intelligence(SIGINT), dan pengambilan keputusan berbasis data, sekaligus memperlebar kesenjangan teknologi dengan negara lain.
Kesimpulan
Dalam rangka persiapan menghadapi disrupsi dan peluang yang dibawa oleh komputasi kuantum beserta persaingan geopolitik yang intens di bidang ini, perlu diambil langkah strategis proaktif yang terintegrasi antara kebijakan keamanan, pengembangan SDM, riset, dan diplomasi teknologi.
Langkah pertama yang krusial adalah mempercepat transisi ke kriptografi tahan-kuantum(post-quantum cryptography(PQC)) guna melindungi data sensitif, khususnya pada sistem yang menyimpan data sensitif jangka panjang seperti keuangan, pertahanan, dan kesehatan. Mitigasi ancaman Store Now Decrypt Later(SNDL) harus menjadi prioritas melalui audit keamanan siber dan migrasi bertahap ke algoritma PQC untuk melindungi sistem dari ancaman serangan kuantum di masa depan.
Penguatan ekosistem kompetensi kuantum nasional melalui integrasi kurikulum kuantum di pendidikan tinggi, kolaborasi riset antara pemerintah, akademisi, dan industri, serta insentif untuk pengembangan quantum software dan infrastruktur pendukung seperti cryogenic system dan quantum control guna membangun ekosistem kuantum yang tangguh dan inovatif.
Pada tingkat global, diplomasi teknologi dan kolaborasi internasional perlu ditingkatkan dan diperkuat melalui keterlibatan dalam inisiatif kuantum seperti Quantum Flagship(Eropa) atau National Quantum Initiative(Amerika Serikat), sembari menjaga kepentingan nasional melalui regulasi teknologi kuantum strategis. Sektor industri perlu dipersiapkan roadmap adopsi kuantum, dukungan infrastruktur
quantum-ready, dan insentif bagi pelaku usaha yang berfokus pada aplikasi kuantum di bidang optimasi, sains material, dan machine learning.
Dalam aspek pertahanan dan intelijen, kemampuan kuantum harus dimanfaatkan guna meningkatkan analisis data intelijen sekaligus mengamankan sistem kritis dan strategis dengan pendekatan PQC, hybrid cryptography, dan isolasi fisik. Simulasi ancaman serangan kuantum perlu dilakukan untuk menguji ketahanan infrastruktur digital nasional.