KONTROVERSI EKSPOR PASIR LAUT INDONESIA

by admin
0 comment

Ekspor pasir laut di Indonesia sempat menjadi isu yang sangat kontroversial dan memicu perdebatan panjang. Pada era 1990-an muncul kekhawatiran mengenai dampak negatif penambangan pasir terhadap lingkungan dan masyarakat pesisir, selanjutnya pada awal 2000-an beberapa daerah di Indonesia mulai memberlakukan larangan lokal terhadap penambangan pasir. Kemudian di masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah pusat semakin tegas dalam melarang ekspor pasir laut dan memperkuat regulasi terkait pengelolaan wilayah pesisir. Larangan total ekspor pasir laut dilakukan sejak 2003 melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam SK yang ditandatangani Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Sumarno pada 28 Februari 2003 atau saat pemerintahan dipegang Presiden Megawati Soekarnoputri disebutkan alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) keran ekspor pasir laut Indonesia Kembali terbuka dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sendimentasi di Laut. Tak berselang lama menyusul diterbitkan 2 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) baru terkait ekspor, hal itu sebagai tindak lanjut Kementerian Perdagangan atas Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023. Kedua aturan tersebut adalah Permendag No 20/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No 22/2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor. Dan, Permendag No 21/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No 23/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Kedua Permendag ini diundangkan di Jakarta pada 29 Agustus 2024 dan akan berlaku setelah 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diundangkan.

Satu diantara peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi tersebut adalah memperbolehkan pasir laut diekspor keluar negeri. Hal ini diatur dalam dalam pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor. . Beberapa alasan yang dikemukakan pemerintah terkait legalisasi ini antara lain:

  1. Kebutuhan Dalam Negeri Terpenuhi: Pemerintah mengklaim bahwa kebutuhan pasir untuk pembangunan infrastruktur dalam negeri telah terpenuhi, sehingga ekspor tidak akan mengganggu pasokan domestik.
  1. Aturan yang Ketat: Pemerintah menegaskan bahwa izin ekspor pasir akan diatur secara ketat untuk mencegah kerusakan lingkungan dan memastikan bahwa kegiatan penambangan dilakukan secara bertanggung jawab.
  2. Potensi Pendapatan Negara: Ekspor pasir dinilai dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara

Keputusan untuk membuka kembali ekspor pasir merupakan langkah yang kompleks dan penuh pertimbangan. Di satu sisi, pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan negara. Di sisi lain, pemerintah juga harus memperhatikan dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan penambangan pasir. Untuk memastikan bahwa kegiatan ekspor pasir tidak merugikan lingkungan dan masyarakat, diperlukan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas. Selain itu, perlu juga dilakukan kajian yang komprehensif mengenai dampak jangka panjang dari kebijakan ini.

Jika landasan berfikir pemerintah adalah untuk mensejahterakan serta meningkatkan penadapatan negara demi mendukung Pembangunan di berbagai wilayah maka tentunya pemerintah perlu mempertimbangkan konsep Pembangunan yang berkelanjutan seperti definisi pembangunan berkelanjutan yang begitu populer berasal dari Laporan Brundtland yang diterbitkan pada tahun 1987. Laporan ini merupakan hasil kerja dari Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development) yang dipimpin oleh Gro Harlem Brundtland, mantan Perdana Menteri Norwegia.

Laporan Brundtland yang secara resmi berjudul “Our Common Future” (Masa Depan Kita Bersama) ini menjadi tonggak sejarah dalam perdebatan global tentang lingkungan dan pembangunan. Laporan ini menyoroti hubungan yang erat antara masalah lingkungan, sosial, dan ekonomi, serta mendorong negara-negara di dunia untuk bekerja sama dalam mencari solusi yang berkelanjutan. Inti dari konsep yang dilahirkan dari laporan tersebut adalah bahwa Pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang harus dilakukan tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Maka sebelum melihat manfaatnya perlu dilihat apa saja yang menjadi potensi dampak dari kebijakan ini, diantaranya :

  1. Erosi Pantai:
  1. Penambangan pasir mengurangi volume pasir di pantai, sehingga mengurangi kemampuan pantai dalam menahan hempasan gelombang. Akibatnya, terjadi erosi pantai yang dapat merusak infrastruktur pesisir dan ekosistem pantai.
  2. Secara Teori: Prinsip keseimbangan sedimen pantai. Pengambilan pasir akan mengganggu keseimbangan ini, sehingga terjadi erosi untuk mencapai keseimbangan baru.
  1. Kerusakan Ekosistem:
  1. Habitat: Penambangan pasir merusak habitat berbagai organisme laut, seperti terumbu karang, lamun, dan berbagai jenis ikan.
  2. Keanekaragaman Hayati: Penurunan keanekaragaman hayati akibat kerusakan habitat dapat mengganggu rantai makanan dan ekosistem secara keseluruhan.
  3. Pencemaran: Proses penambangan dapat menyebabkan sedimentasi yang tinggi, sehingga mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air dan mengganggu proses fotosintesis pada tumbuhan laut.
  1. Perubahan Garis Pantai:
  1. Penambangan pasir dapat menyebabkan perubahan garis pantai secara signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
  2. Studi Kasus: Penelitian di Pulau Morotai, Indonesia, menunjukkan bahwa penambangan pasir pantai menyebabkan kerusakan lingkungan fisik yang signifikan, termasuk perubahan garis pantai.

Tidak hanya memicu dampak lingkungan akan tetapi kebijakan ekspor pasir laut juga berpotensi memicu Konflik kepentingan antara berbagai pihak, seperti perusahaan tambang, masyarakat lokal, pemerintah, dan kelompok lingkungan. Dalam Teori Ekologi Politik hubungan manusia dan lingkungan: Teori ini teori ini membantu kita melihat bagaimana keputusan-keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam dipengaruhi oleh faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial, menekankan pada hubungan antara manusia dan lingkungan alam, serta bagaimana kekuatan politik dan ekonomi membentuk hubungan tersebut. Sebagai contoh di Indonesia, banyak kasus penambangan pasir laut yang menunjukkan kompleksitas interaksi antara faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial. Misalnya, konflik antara nelayan tradisional dengan perusahaan tambang yang menguasai wilayah pesisir. Nelayan kehilangan mata pencaharian karena kerusakan lingkungan akibat penambangan, sementara perusahaan tambang terus beroperasi dengan dukungan dari pemerintah.

Dinamika pro kontra terhadap wacana ekspor pasir laut dikhawatirkan tidak hanya memicu masalah sosial ekonomi akan tetapi juga bersinggungan dengan kedaulatan wilayah Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus antara Indonesia dan Singapura, Ekspor pasir laut secara besar-besaran berpotensi mengurangi luas ZEE Indonesia, terutama di daerah perbatasan dengan Singapura. Hal ini dapat memicu sengketa terkait batas maritim dan hak-hak atas sumber daya laut. Titik Awal Penentuan ZEE mengacu pada Garis dasar yaitu garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau dan karang pada saat air surut terendah yang diakui secara hukum. Garis dasar ini menjadi titik awal untuk menentukan batas laut teritorial dan ZEE. Sementara, perubahan Garis Pantai akibat Ekspor pasir laut yang intensif dapat menyebabkan perubahan garis pantai, sehingga berpotensi mengubah garis dasar dan batas maritim

Ketika kebijakan ekspor pasir laut dilaksanakan tentunya pemerintah perlu melakukan pengawasan secara ketat bukan hanya terhadap proses penambangan akan tetapi kehidupan sosial serta ekonomi hingga masalah ancaman terhadap batas wilayah kedaulatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Tidak hanya itu, memastikan manfaat serta meminimalisir konflik merupakan hal yang tidak mudah selama pemerintah belum dapat menjawab secara tegas. “Ekspor Pasir Laut Untuk Siapa?”

You may also like

Leave a Comment

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00