Makan Bergizi Gratis : Risiko Korupsi dan Ketidaktepatan Sasaran?

by admin
0 comment

Oleh Mario B. Wiratama

Program Makan Bergizi Gratis yang diusung oleh pemerintah Prabowo Subianto ke depannya merupakan sebagai bagian dari visi pembangunan sosial dan kesehatan dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dalam aspek perencanaan maupun implementasi. Dengan alokasi anggaran yang mencapai Rp71 triliun, dana yang dibutuhkan diperkirakan bisa terus membengkak. Program ini direalisasi dengan dibentuknya Badan Gizi Nasional sebagai pengelola utama—yang saat ini masih dalam bentuk penyajian Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Meskipun program ini memiliki tujuan mulia untuk memperbaiki gizi anak bangsa, terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya korupsi dan ketidaktepatan sasaran. Tulisan ini akan menganalisis potensi risiko tersebut dan mengaitkannya dengan teori kebijakan sosial serta tantangan yang dihadapi.

Tantangan Anggaran dan Keterbatasan Fiskal

Salah satu masalah utama yang diidentifikasi dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis adalah keterbatasan ruang fiskal Indonesia, yang dapat menghambat efektivitas program ini. Institute For Development of Economics and Finance menyebutkan bahwa anggaran yang awalnya dianggarkan sebesar Rp71 triliun bisa membengkak hingga Rp84 triliun. Peningkatan biaya ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kebutuhan logistik dan distribusi yang lebih kompleks serta biaya operasional yang tinggi.

Keterbatasan ruang fiskal merupakan tantangan besar dalam kebijakan sosial karena menyangkut kemampuan pemerintah untuk membiayai program-program penting tanpa mengorbankan kebutuhan lain. Ketika anggaran melebihi batas yang direncanakan, risiko pemborosan dan korupsi meningkat. Dalam konteks ini, alokasi dana yang besar dan tidak terkendali dapat menambah peluang bagi penyimpangan dan penyalahgunaan anggaran.

Pembentukan Badan Gizi Nasional dan Risiko Inefisiensi

Pembentukan Badan Gizi Nasional sebagai lembaga pengelola program makan bergizi merupakan langkah strategis untuk memfokuskan kebijakan gizi di Indonesia. Badan ini berfungsi ke depannya dalam menurunkan angka stunting yang masih tinggi. Namun, ada potensi inefisiensi yang timbul dari pembentukan badan baru. Pembentukan badan baru memerlukan anggaran untuk penyediaan sumber daya manusia, fasilitas, kegiatan operasional, dan hal-hal yang tersusun dalam kestruktural lembaga. Padahal, sejauh ini Kementerian Kesehatan memiliki pengalaman dalam pengelolaan gizi dan kesehatan yang bisa lebih efisien jika dibandingkan pembentukan badan baru.

Pembentukan lembaga baru seperti Badan Gizi Nasional bisa menambah lapisan birokrasi yang pada gilirannya dapat memperlambat proses pengambilan keputusan dan implementasi. Adanya potensi keterlambatan dalam distribusi bantuan dan ketidaktepatan sasaran tentu merugikan kelompok sasaran utama dari program ini. Selain itu, keberadaan lembaga baru dapat membuka peluang bagi praktik korupsi, terutama jika tidak ada sistem pengawasan yang ketat.

Teori Kebijakan Sosial, Ketidaktepatan Sasaran, dan Risiko Korupsi

Teori kebijakan sosial menjelaskan bahwa implementasi kebijakan sosial yang efektif memerlukan perencanaan yang matang, alokasi sumber daya yang tepat, serta mekanisme pengawasan yang memadai. Salah satu teori yang relevan dalam konteks ini adalah teori “public choice”, yang berfokus pada bagaimana individu dan kelompok dalam pemerintahan membuat keputusan berdasarkan kepentingan pribadi dan politik mereka. Dalam Program Makan Bergizi Gratis, potensi ketidaktepatan sasaran bisa muncul jika keputusan terkait distribusi bantuan dipengaruhi oleh kepentingan politik atau individu, alih-alih berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat.

Ketidaktepatan sasaran dapat terjadi jika program tidak dikelola dengan baik dan tidak melibatkan masyarakat secara efektif dalam perencanaan dan pelaksanaan. Hal ini membutuhkan adanya pendekatan desentralisasi, yang melibatkan institusi lokal dalam distribusi dan pembiayaan. Pendekatan ini dapat membantu memastikan bahwa bantuan sampai ke tangan yang benar, namun juga memerlukan pengawasan dan koordinasi yang efektif untuk menghindari penyalahgunaan.

Selain itu, program nasional ini berpotensi menghadapi risiko korupsi yang tinggi, terutama terkait pengelolaan anggaran dan pembentukan lembaga baru—yang berpotensi menciptakan celah besar bagi penyalahgunaan dana jika tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat. Menurut teori “Principal-Agent” dalam studi kebijakan publik, risiko korupsi meningkat ketika ada ketidaksesuaian antara kepentingan agen (pihak yang mengelola anggaran) dan prinsipal (pihak yang memberikan mandat atau dana). Dalam konteks ini, Badan Gizi Nasional yang baru dibentuk menjadi agen pengelola anggaran. Sekali lagi, tanpa pengawasan yang memadai dari pemerintah sebagai prinsipal, ada potensi bahwa agen ini akan membuat keputusan yang lebih menguntungkan diri mereka sendiri daripada mencapai tujuan program.

Best Practice di Negara Lain

 

Beberapa negara tetangga sudah pernah melakukan program serupa dengan Makan Bergizi Gratis. Salah satu contohnya yaitu “Programa Nacional de Alimentação Escolar” (PNAE). Program ini menyediakan makanan bergizi harian untuk anak-anak di sekolah-sekolah umum, terutama di daerah miskin, dengan fokus pada bahan lokal dan sehat. PNAE telah berhasil meningkatkan status gizi anak-anak dan mengurangi angka kekurangan gizi di Brasil. Pengelolaan program ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan organisasi non-pemerintah, yang membantu memastikan distribusi yang tepat dan efisien. Program ini juga dikenal karena melibatkan komunitas lokal dalam proses pengadaan dan penyediaan makanan, yang mendukung keberlanjutan dan efisiensi.

Selain itu, di Amerika ada program “National School Lunch Program” (NSLP) yaitu program federal yang menyediakan makanan bergizi gratis atau dengan subsidi bagi siswa dari keluarga berpenghasilan rendah di sekolah-sekolah umum. Program ini dimulai pada tahun 1946 dan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan anak-anak serta mendukung keberhasilan akademis mereka. NSLP menetapkan standar nutrisi yang ketat, termasuk persyaratan untuk asupan makanan seimbang dengan porsi sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan protein yang memadai. Pengawasan berkala dilakukan untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan memenuhi standar tersebut dan aman untuk dikonsumsi. Program ini juga memberikan dukungan finansial kepada sekolah-sekolah untuk mengurangi biaya penyediaan makanan. Selain itu, NSLP mencakup inisiatif untuk melibatkan masyarakat lokal dan mempromosikan kebiasaan makan sehat di kalangan siswa.

Rekomendasi untuk Mengurangi Risiko

Untuk mengurangi risiko korupsi dan ketidaktepatan sasaran, beberapa langkah penting dapat diambil, antara lain :

  1. Pengawasan yang Ketat

Memastikan adanya sistem pengawasan yang ketat untuk mencegah penyimpangan anggaran. Pembentukan lembaga pengawas independen atau pelibatan pihak ketiga untuk audit dapat membantu mengurangi potensi korupsi.

  1. Keterlibatan Masyarakat

Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan evaluasi program untuk memastikan bahwa bantuan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan nyata. Ini dapat dilakukan melalui mekanisme umpan balik dan partisipasi komunitas.

  1. Desentralisasi

Menerapkan pendekatan desentralisasi yang melibatkan institusi lokal seperti sekolah dan pemerintah daerah dalam distribusi program. Ini dapat meningkatkan efisiensi dan memastikan bantuan sampai ke kelompok sasaran dengan lebih baik.

  1. Koordinasi Lintas Sektor

Mengoptimalkan koordinasi antara Badan Gizi Nasional, Kemenkes, dan lembaga terkait lainnya untuk memastikan sinergi dan pengelolaan yang efisien. Memastikan bahwa semua pihak bekerja dengan tujuan dan standar yang sama.

  1. Belajar dari Best Practice Lain

Perlu kajian mendalam dan studi banding terhadap negara lain yang sudah melaksanakan kegiatan serupa agar dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal serta lebih efektif.

Kesimpulan

Program Makan Bergizi Gratis yang dirancang untuk meningkatkan gizi anak bangsa dan mengurangi angka stunting memiliki potensi besar, namun juga menghadapi tantangan signifikan terkait anggaran, birokrasi, dan risiko korupsi. Dengan memperhatikan teori kebijakan sosial dan menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas program ini dan memastikan bahwa bantuan sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Pengawasan yang ketat, keterlibatan masyarakat, dan koordinasi yang baik akan menjadi kunci keberhasilan dalam melaksanakan program ini dengan sukses.

You may also like

Leave a Comment

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00