Oleh: Ahmad Pradipta B.A
Padi memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat, terutama di negara-negara agraris seperti di Indonesia. Selain menjadi sumber pangan utama, padi juga memiliki peran penting dalam perekonomian lokal. Banyak keluarga petani bergantung pada hasil panen padi untuk pendapatan mereka. Harga padi yang stabil dan hasil panen yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, sementara fluktuasi harga atau kegagalan panen dapat menyebabkan kesulitan ekonomi.
Namun hal yang berbeda ditemukan di masyarakat Kasepuhan Sinarresmi. Dalam masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, tanaman padi memiliki nilai yang istimewa dan kedudukannya lebih tinggi dibandingkan tanaman lain. Selain itu, padi juga tidak diperjualbelikan oleh mereka dan hanya untuk dikonsumsi saja. Oleh karenanya masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi memberi makna tanaman padi ini sebagai dewi sri.
Dalam proses penanaman hingga menjadi nasi pun tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Masyarakat Kasepuhan Sinarresmi percaya bahwa padi merupakan sumber kehidupan manusia, oleh karenanya harus diperlakukan seperti manusia itu sendiri. Beberapa ritual dalam tiap prosesnya pun dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Sinarresmi. Kepercayaan terhadap konsep lokal tentang alam yang membuat ritual pertanian padi begitu penting dan menjadi sebuah keharusan untuk dilakukan. Dengan kata lain, ritual yang dilakukan menciptakan konstruksi berfikir masyarakat untuk membuat padi memiliki nilai spesial. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi percaya, ketika tidak menjalankan salah satu ritual pertanian padi akan ada sesuatu di kemudian hari.
Padi sebagai Ritus
Sebagai mata pencaharian yang utama bagi masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, pola pertanian padi sangat bertumpu pada pengetahuan lokal yang dilaksanakan secara turun temurun. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi percaya bahwa keberadaan alam sangat menentukkan prosesi pertanian padi. Masyarakat memiliki konsep tanah indung, bapak langit. Konsep tersebut yang melatar-belakangi penanaman satu tahun sekali dalam satu tahun di Kasepuhan Sinar Resmi. Masyarakat menganggap bahwa tanah sawah maupun ladang yang akan ditanami padi sebagai ibu, dan langit sebagai bapak karena dapat menunjukkan waktu mulai pertanian padi.
Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sangat menghargai seluruh kekayaan alam yang ada disana. Tidak boleh ada salah satu prosesi ritual yang terlewatkan, karena jika ada yang terlewat itu pamali. Alasan selalu diadakannya prosesi ritual bisa dijelaskan menggunakan sudut pandang dari Clifford Geertz. Menurut Geertz (dalam Rostiyati, 1995), ritus, selametan, atau upacara adat merupakan suatu upaya manusia untuk mencari keselamatan, ketentraman, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian. Ritual-ritual pun terkadang sulit dipahami dengan pandangan-pandangan secara rasional, karena masyarakat memiliki keyakinan bahwa ada kekuatan yang luar biasa di luar akal pikiran mereka. Dengan kata lain, manusia melakukan ritual berfungsi untuk mencari keselamatan. Hal tersebut sejalan dengan alasan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang selalu melakukan ritual di setiap kegiatan pertanian padi. Dengan dilakukannya ritual, nasi yang dimakan ini bisa bermanfaat buat masyarkat sendiri dan orang lain yang memakannya.
Padi sebagai Totem
Sebagai sebuah produk kebudayaan, keberadaan padi dalam Kasepuhan Sinar Resmi ini tak lepas dari konstruksi sosial masyarakat yang dilakukan secara turun-temurun. Maka dari itu, padi di sini menjadi produk budaya sejak manusia yang tinggal di dalamnya mulai menyatukan gagasan dan menciptakan kultur terhadap tanaman padi ini sehingga memiliki nilai yang spesial. Gagasan dan ketentuan dalam padi diatur sedemikian rupa oleh masyarakat untuk melindunginya, yang kemudian membuat padi dianggap seperti diri masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, tanaman padi memiliki kedudukan dan nilai yang istimewa dibandingkan dengan tanaman lain. Adanya doa dan ritual dalam memperlakukan padi menunjukkan adanya konstruksi sosio-religius antara masyarakat Kasepuhan Sinarresmi dengan tanaman padi. Hubungan supernatural antara manusia dengan tanaman padi ditunjukkan pada proses penanamanya hingga dalam kehidupan bermasyarakat menggambarkan ciri totemisme.
Pada dasarnya totem merupakan sekelompok obyek material yang utamanya adalah obyek alam yang dihargai dengan rasa superstitious (takhayul) oleh komunitas dan keturunannya yang percaya bahwa di antara mereka sebagai satu kesatuan terhadap obyek material tersebut dengan adanya relasi intim dan spesial yang ada dalam afeksi religius (Goldenweiser, 1910; Firth, 1930; Jevons, 1899; Jones, 2005). Dalam hal ini masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi percaya bahwa padi yang dimaknai sebagai dewi sri dianggap sama seperti manusia pada umumnya. Pemaknaan sebagai satu kesatuan terhadap padi ditunjukkan dengan masyarakat yang tidak menjual padi. Ketika masyarakat menjual padi, sama saja dengan melacurkan diri mereka sendiri, karena mereka percaya bahwa tanaman padi juga hidup seperti layaknya mereka hidup. Bahkan jika ada masyarakat yang berani menjual padi, akan ada akibat-akibat yang didapatkan olehnya sehingga memunculkan perasaan-perasaan takut terhadap tanaman padi tersebut.
Pemaknaan padi atau dewi sri yang dianggap sebagai layaknya manusia ditunjukkan oleh masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi ketika adanya ritual seren taun. Pada saat prosesi memasukkan pocongan padi ke dalam leuit (lumbung padi), pocongan padi tersebut dipakaikan kain berwarna putih. Hal tersebut menunjukkan seorang dewi sri yang sedang dipakaikan kerudung. Sebelum dimasukkan ke dalam leuit, pocongan padi tersebut juga disisir sebagai bentuk kasih sayang terhadap dewi sri. Kemudian pocongan padi juga diberi wewangian dari kemenyan supaya sebelum dimasukkan kedalam “rumah” sudah rapi dan wangi. Rumah yang dimaksud oleh masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi adalah leuit. Ritual tersebut menunjukkan simbol padi yang diperlakukan seperti layaknya manusia dan terdapat relasi intim di dalamnya.
Selain itu, Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi bisa dibilang merupakan masyarakat bilateral yakni menggunakan garis keturunan ayah dan ibu, maka dalam pewarisan tradisi pertanian padi di masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi juga demikian. Seseorang dapat mewarisi tradisi pertanian padi dari garis keturunan orang tuanya. Biasanya anak laki-laki yang wajib untuk meneruskan pertanian padi milik orang tuanya. Bahkan jika sang anak laki-laki menikah dengan orang di luar Kasepuhan, tetap wajib untuk tinggal dan menjalankan pertanian padi warisan orang tuanya di Kasepuhan. Dalam pandangan Durkheim (2011) mengenai totem kekerabatan, totem bersifat umum bagi suatu kelompok masyarakat yang kemudian diturunkan secara turun temurun antar generasi, yang kemudian menimbulkan ketakutan, hormat, pemujaan, perlakuan khusus, dan kemudian memunculkan aturan-aturan tertentu terhadap obyeknya. dewi sri dapat menjadi simbol bagi masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, warisan, mendekatkan mereka dengan leluhur melalui doa dari ritual yang ada, dan dapat menimbulkan ketakutan jika ada yang melanggar pamali terhadap padi. Sehingga dapat dikatakan bahwa padi dalam masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebagai totem kekerabatan mereka.
Penutup
Ritual pertanian padi dalam masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi merupakan sebuah keharusan untuk dijalankan. Fungsi dari adanya ritual padi di Kasepuhan Sinar Resmi adalah untuk mendapatkan keberkahan, keselamatan, dan menguatkan tali solidaritas atau kekerabatan antar warga masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Seperti pedoman masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi adalah mipit amit, ngala menta. Pedoman tersebut memiliki arti bahwa setiap akan melakukan sesuatu pasti harus permisi. Permisi kepada Allah SWT dan juga kepada nenek moyang yang sudah mengajarkan ilmu pertanian padi. Kenapa harus permisi, karena supaya setiap hal yang dilakukan terutama dalam melakukan tanam padi diberi keselamatan dan keberkahan.
Dalam kehidupannya, padi merupakan totem bagi masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Totem padi ini mampu untuk mengatur sistem sosial, menimbulkan ketakutan, penghormatan, pemujaan, perlakuan khusus, dan kemudian memunculkan aturan-aturan. Perlakuan istimewa oleh masyarakat dapat dilihat seperti padi yang dianggap sebagai layaknya manusia dengan penamaan dewi sri. Dengan penganggapan sebagi manusia, masyarakat pun takut untuk menjual padi dan turunannya. Karena mereka percaya jika menjual padi berarti sama dengan menjual nyawa mereka sendiri. Maka dari itu, dengan penganggapan padi sebagai manusia dan nyawa dari masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, mereka membuatkan “rumah” untuk padi-padi tersebut yang dinamakan leuit atau lumbung padi.